Source: http://amronbadriza.blogspot.com/2012/10/cara-membuat-anti-copy-paste-di-blog.html#ixzz2B97B9DEE

Translate

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

this widget by www.AllBlogTools.com

Friday, September 14, 2012

Dua Kali Selamat dari serangan bom Atom


Kalau tidak, niscaya kisah di bawah ini takkan pernah kita dengar. Bayangkan, luput dari tembakan mortar saja sudah luar biasa, apa lagi lolos dari dua kali serangan bom atom. Inilah kisah keajaiban Tsutomo Yamaguchi yang lolos dari maut di Hiroshima dan Nagasaki.

Yamaguchi saat itu berumur 79thn merupakan salah satu dari lima orang yang selamat dari neraka bom atom Hiroshima dan Nagasaki. Padahal kedua kota itu berjarak 260 mil dan terletak di pulau yang ber beda. Karena jaraknya yang jauh dan sulitnya transportasi masa itu, maka sedikit sekali orang yang “kebetulan” berada di kota tersebut ketika keduanya dijatuhi bom atom 67 tahun yang lalu.
          Saat Enola Gay
menjatuhkan bom atom Little Boy seberat 5 ton di Hiroshima pada tanggal 6 agustus 1945, Yamaguchi bekerja sebagai insinyur muda pada perusahaan Mitsubishi. Ledakannya membubungkan kebakaran api dan debu beracun setinggi 8 mil.


Ledakan Little Boy yang dijatuhkan di Hiroshima pada tanggal 6 Agustus1945 memusnahkan 80.000 jiwa. Inset peta lokasi ledakan.

Saat itu Yamaguchi hanya berada kurang dari 1,5 mil dari pusat pemboman. “Tubuh saya sampai terangkat dari tanah oleh hembusan angin panas, lalu saya terhempas ke tanah dan berbaring dengan kedua tangan menutupi telinga.” demikian ia mengisahkan peristiwa mengerikan itu di flatnya yang sederhana di Nagasaki.
Darah dari Telinga
          “Telinga kiri saya bengkak dan darah mengalir keluar. Rasanya begitu nyeri, panas, dan entah apalagi sampai saya tak bias menjabarkannya. Ketika meraba rambut, ternyata rambut saya sudah hangus terbakar. Wajah saya seperti habis terkena api las. Kulit yang tidak tertutup pakaian hangus terbakar.”
          Yamaguchi dan dua orang rekannya beristirahat di udara terbuka, sementara disamping mereka terdengar rintihan orang-orang yang kesakitan. Itulah yang tersisa di pusat kota Hiroshima. Hari itu diperkirakan 80.000 orang tewas, sementara 60.000 berikutnya menyusul pada akhir tahun akibat radiasi dan luka-luka.
          Setelah kejadian itu Yamaguchi memutuskan pulang ke kampong halamannya, Nagasaki. Ia naik salah satu kereta api terakhir ke sana dan baru sampai pada keesokan harinya. Bisa dibayangkan 'sepanjang perjalanan ia amat kesakitan. Apalagi efek keracunan dan infeksi akibat radiasi mulai menggerogoti tubuhnya. “Saya lalu pergi ke salah satu rumah sakit Mitsubishi. Namun tempat itu hampir-hampir tidak ada orangya karena semua mengungsi ke pegunungan.”


Foto bom "Little Boy" yang dijatuhkan di Hiroshima

          Satu-satunya dokter yang ada hanyalah dokter spesialis mata, yang segera memutuskan untuk mengoperasi Yamaguchi. “Ia melepaskan semua cabikan kulit yang terkelupas dari tubuh saya, seperti orang melepaskan sarung tangan, kemudian membalut seluruh tubuh saya. Ketika kembali ke rumah, yang kelihatan hanyalah mata, hidung dan mulut. Ibu sampai mengira saya hantu. Ia baru yakin saat kaki saya masih menapak ke tanah. Soalnya, dalam kepercayaan orang Jepang, hantu tidak punya kaki,” demikian tutur Yamaguchi.
          Hebatnya, meskipun dalam kondisi di ambang kematian, seperti cirri khas pekerja Jepang pada umumnya, pada tanggal 9 Agustus 1945 ia masih ingat untuk melapor ke kantornya di Nagasaki. Tapi, tak seorang pun rekannya yang percaya bahwa ia saksi hidup penghancuran terhadap Hiroshima.
Dianggap tidak waras
          Ia bilang pada bosnya, Hiroshima hancur hanya karena sebuah bom. “Anda ‘kan insinyur. Jadi, Anda pasti tahu berapa energy yang dibutuhkan untuk menghancurkan sebuah kota. Anda pasti sinting. Tapi, saya prihatin atas nasib Anda. Sekarang pulang saja istirahatlah,” demikian kata bosnya.
          Belum sempat menerangkan lebih jauh tentang kejadian yang telah menimpanya, tiba-tiba Fat Man, bom atom kedua pun dijatuhkan di Nagasaki. Untuk kedua kalinya Yamaguchi menjadi saksi berkilatnya cahaya yang membutakan mata. “Persis sama seperti yang saya saksikan di Hiroshima. Saya piker, kali ini matilah saya!”.
          Para pekerja berlindung di bawah meja tulis mereka. “saya tak bisa melihat apa-apa karena kertas dan semua alat tulis berantakan dan beterbangan. Seluruh salep dan perban yang membungkus tubuh saya terlepas, sehingga debu dan kotoran menempel ke seluruh wajah dan tubuh saya,”tutur Yamaguchi.
          Di Nagasaki, 35.000 penduduk tewas begitu bom dijatuhkan. Sementara 35.000 lainnya meninggal di akhir tahun. Tapi, anehnya, kali ini Yamaguchi tetap hidup! Betul-betul suatu mukjizat!.
          Dengan tertatih-tatih, ia kembali ke rumahnya yang sudah hancur. Ia pun membaringkan diri di atas sebuah papan di dalam terowongan yang ada di dekat rumahnya. “Saya tidak ingat apa-apa dari tanggal 9-15 Agustus. Saya juga tidak tahu apakah saya makan atau minum,” Katanya.
          Belakangan ia baru diberitahu anak-anak bahwa belatung pada kulitnya dipatuki ayam. “Mungkin itulah yang menyelamatkan saya.” Akhirnya, Yamaguchi diperiksa oleh para dokter yang menurut dia lebih menjadikan para korban bom atom sebagai bahan studi daripada pasien.
Foto bom "Fat Man" yang dijatuhkan di Nagasaki.

          Mereka memintanya untuk tidak bekerja. “Tapi, kalau saya tidak bekerja maka saya tidak akan mendapatkan tunjangan jika tidak bekerja,” katanya.
          Kenyataan bahwa ia dapat bertahan hidup pada serangan bom yang kedua saja sudah merupakan suatu keajaiban. Setelah ia sembuh dari leukemia, Yamaguchi yang menikah dan dikaruniai dua anak, masih harus bergulat dengan berbagai macam tumor dan kerusakan organ tubuh. Entah berapa kali ia sudah dioprasi. Saat ia membuka bajumya, tampak bekas-bekas jahitan yang menghiasi perutnya seperti jarring Laba-laba.
          Kini, rasa sakit hatinya kepada Amerika yang menjatuhkan bom nuklir kepada Jepang sudah agak memudar. “Saya makin tua, makin banyak informasi, makin banyak berpikr,” kata Yamaguchi. Sesuai perang ia bekerja pada tentara sekutu dan belakangan ia menjadi guru di bidang ilmu-ilmu sosial pada sebuah sekolah di Nagasaki.
          “Sebetulnya upaya menjatuhkan bom atom itu tidaklah perlu. Apalagi pada masa itu perundingan sedang berjalan. Tapi, Jepang ada salahnya. Kita juga perlu merenungkan kesalahan yang dibuat oleh orang Jepang pada waktu itu.”
Hidup ibarat sebuah kotak yang dikunci. Siapapun terus mencari kunci untuk bisa membuka dan mengetahui isinya.
Sumber : Buku INTISARI oktober, 1995.

No comments:

Post a Comment